Analisis Naskah Drama “ Monumen “ Karya Indra Tranggono Melalui Pendekatan Sosiologi Sastra


Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang

Pada masa moderen ini banyak sekali kehidupan sosial yang menyimpang jauh dari nilai- nilai moral. Bahkan banyak masyarakat yang lupa akan apa yang mereka rasakan saat ini, tentunya setelah Indonesia merdeka sejak tahun 1945. Saya memilih naskah drama yag bertemakan kepahlawanan karena sangat sesuai dengan kajian yang saya analisis yaitu analisis naskah drama melalui pendekatan sosiologi sastra. Banyak sekali interaksi sosial yang disajikan dalam naskah drama “ Monumen “, sehingga memudahkan saya dalam proses analisis.

Landasan Teori

Penganalisisan naskah drama tentunya sangat berkaitan erat dengan interaksi sosial yang terdapat naskah drama. Dalam analisis naskah drama “ Monumen “ saya akan menganalisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Bab II
Pembahasan

Sinopsis

Monumen
Karya Indra Tranggono

Sebuah Monumen Pahlawan berdiri di tengah kota Banjar Sari. Monumen itu didirikan untuk mengenang jasa pahlawan lokal yang pada masa penjajahan Belanda, gugur dalam pertempuran di kota itu. Monumen itu dalam keadaan terlantar, tak terawat. Sehingga justru menjadi seorang gelandangan. Di situ ’bermukim’ Yu Seblak (pelacur senior), Kalur (pencopet), Ajeng (pelacur junior), Karep (gelandangan intelek),dll.
Persoalan muncul ketika Kepala Kota Praja Lama, RM Picis merencanakan memugar monumen itu, seiring dengan bakal dikabulkannya usulan soal peningkatan status para pahlawan dalam monumen itu, dari pahlawan lokal menjadi pahlawan nasional. Pemugaran itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan daerah: kelak monumen itu akan dijadikan objek wisata unggulan. Yu Seblak dkk, gelisah, karena terancam terusir dari kompleks monumen itu.
Namun sebaliknya, para pahlawan yang dipatungkan itu, justru berdebat sengit soal hakekat kepahlawanan. Untuk merealisasikan pemugaran dan usulan perubahan status menjadi pahlawan nasional, RM Picis –bersama asistennya, meninjau dan memilih pahlawan mana yang layak mendapat anugerah menjadi pahlawan nasional. Hanya dua pahlawan yang dipilih, yakni Wibagso dan Ratri. Masalah ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi (arwah) pahlawan dalam monumen itu. Mereka –Sidik, Durmo dan Cempluk- tidak bisa menerima keputusan yang dipandang sangat tidak adil itu. Terjadilah apa yang disebut ”disintegrasi pahlawan” dalam monumen itu. Sidik hendak memisahkan diri –berdiri sebagai monumen-, namun ditolak oleh Wibagso dkk.
Belum terwujud pemugaran monumen itu, terjadi perubahan politik dan perubahan
kepemimpinan nasional. RM Picis lengser dan digantikan Drs.Gingsir. sebagai Kepala Kota Praja Baru, Drs.Gingsir, meninjau kembali dan bahkan membatalkan rencana pemugaran monumen itu. Keputusan ini, menimbulkan kegembiraan bagi Yu Seblak dkk. Namun di balik itu, ternyata Drs.Gingsir punya keputusan lain. Yakni, menggusur monumen itu. Dan di lahan bekas monumen itu didirikan mall.
TOKOH:
1. PATUNG 1/ WIBAGSO (ketika mati berusia 30 tahun, seorang laki-laki, dulunya dikenal sebagai laki-laki pengecut, namun pintar berdalih). Bertubuh tegap, atletis, berwajah tampan, teguh dalam pendirian, dan bangga dengan kepahlawanannya.
2. PATUNG 2/ DURMO (ketika mati berusia 30 tahun, seorang laki-laki, dulunya dikenal sebagai laki-laki pemberani). Bertubuh tambun, berwajah nyaris bopeng, tipe pahlawan yang selalu gelisah, kritis dan bahkan selalu ragu pada gelar kepahlawanannya.
3. PATUNG 3/ CEMPLUK (ketika mati berusia 30 tahun, nama kerennya: Nimas Ayu Bujono, seorang perempuan, dulunya bekerja di dapur umum). Bertubuh sedang, berwajah lumayan, humoris, dan kadang-kadang kritis.
4. PATUNG 4/ SIDIK (ketika mati berusia 33 tahun, seorang lelaki, dulunya dikenal sebagai pejuang nekat). Bertubuh gempal-kekar, temperamental, jujur, semangatnya selalu meluap-luap tapi kadang-kadang juga naif.
5. PATUNG 5/ RATRI (ketika mati berusia 25 tahun, cerdas, seorang perempuan cantik, dulunya dikenal sebagai mata-mata). Bertubuh sintal, berperangai genit khas penggoda, narsistis, berkepribadian rapuh.
Di samping tokoh-tokoh di atas, juga muncul tokoh-tokoh lain :
1. KALUR/ PENCOPET (25 tahun, polos, naif, punya cita-cita besar)
2. YU SEBLAK/ PELACUR SENIOR (35 tahun, bersikap realistis)
3. AJENG/ PELACUR JUNIOR (20 tahun, lumayan kritis tapi lemah)
4. KAREP/ GELANDANGAN INTELEK (30 tahun, cerdas, anti kemapanan, idealis)
5. RM PICIS/ KEPALA KOTA PRAJA LAMA (55 tahun, feodal, sok kuasa)
6. DRS GINGSIR/ KEPALA KOTA PRAJA BARU (50 tahun, progressif dan pragmatis)
7. DEN BEI TAIPAN (45 tahun, pedagang, ambisius, militan dalam berburu laba)
8. ASISTEN (40 tahun,pembantu Drs.Gingsir, loyal, oportunis)
9. PUGUH (wakil kepala kota praja baru, 35 tahun, kritis, idealis)
10. PETUGAS 1, PETUGAS 2 (patuh pada perintah, over acting)
11. ORANG 1, ORANG 2 (gelandangan pemabuk, kasar)
J Analisis
Analisis Naskah Drama “ Monumen “ Dengan Menggunakan Pendekatan Sosiologi Sastra.
Sosiologi adalah telaah yang objektif dan alamiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat. Sosiologi tidak menitikberatkan pada apa yang terjadi dalam diri manusia, melainkan apa yang terjadi antara manusia. Fokus bahasan sosiologi adalah interaksi pada mansusia yaitu pada pengaruh timbal balik antara dua orang atau lebih, dalam perasaan, sikap dan tindakan.
Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagainmana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial, kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkunganya, tentang mekanisme sosialisasi , proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat ditempatnya masing-masing.
Sastra menapilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antara masyarakat dengan orang seorang, antarmanusia dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Prinsip sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial.
® Penciptaan Karya Sastra
Naskah drama yang berjudul “ Monumen “ karya Indra Tranggono merupakan suatu ciptaan yang bertemakan kepahlawanan, dimana tokoh- tokoh utamnya adalah patung- patung para pahlawan yang telah turut berjuang dalam memerdekakan Indonesia. Namun melalui patung- patung tersebut pengarang ingin menyampaikan suatu pesan bahwa para pahlawan perjuangan kita kecewa melihat para penerus bangsa yang tidak mencintai negaranya, yang menjual tanah airnya demi kepentingan pribadi semata.
® Keberadaan Karya Sastra
Sebuah karya sastra yang bertemakan kepahlawanan merupakan suatu ciptaan yang tepat tentunya pada era globalisasi yang telah merambah keseluruh pelosok negeri. Para penerus bagsa yang semakin pudar dengan jiwa nasionalismenya sangatlah banyak, bahkan para anggota- angota dewan wakil rakyat yang bertugas melaksanakan amanat rakyat untuk mensejahteraka rakyatnya, namun apa yang terjadi? Yang ada masyarakat hanya dibohongi oleh janji- janji palsu yang pernah mereka janjikan. Dengan suap mereka mendirikan lembaga- lembaga bisnis yang sangat menggiurkan, seperti yang terdapat pada naskah drampa ini. Para ketua kota praja yang sangat serakah, bahkan rela merobohkan monumen para pahlawan demi bisnis yang menguntungkan yaitu pembangunan Mall atau pusat perbelanjaan. Perilaku tersebut sangatlah tidak nasionalisme dan tidak patut dilakukan untuk penghormatan kita terhadap para pahlawan. Karena para pahlawan kita sekarang dapat hidup sejahtera karena tidak dijajah lagi oleh negara penjajah. Namun yang terjadi saat ini adalah bangsa kita sendiri yang sedang menjajah kita.
® Peranan Karya Sastra
Suatu s indiran dari seorang pahlawan kita tentunya pencipta karya sastra “ Monumen” ini. Dengan digambarkanya perilaku- perilaku para penerus bangsa yang sudah sangat menyimpang dari tujuan negara sebenarnya, seharusnya ini merupakan sutu sindiran yang seharusnya kita malu dengan para pahlawan kita. Realitas sosial yang digambarkan dalam naskah “ Monumen” sangatlah sesuai dengan kehidupan kita saat ini. Pengarang sangat sadar benar akan krisisnya nilai- nilai bangsa yang seharusnya tertanam dalam jiwa bangsa Indonesia. Peranan karya Indra Tranggono sangat berperan untuk menyadarkan kita tentang keegoisan individu yang hanya berjuang demi kepenyinganya saja, yang rela menjual tanah air kepada bangsa lain untuk keuntungan yang sangat besar. Dengan terciptanya karya sastra ini diharapkan para penerus bangsa dapat bercermin pada para pahlawan pendahulu agar mereka ingat perjuangan mereka yang mengorbankan hidupnya demi kemerdekaan. Dalam naskah ini pengarang juga menyadarkan untuk tidak selalu mementingkan kekuasaan dan jabatan. Karena itu bukanlah warisan dari jiwa nasinalisme para pejuang.

Bab III

Penutup

Kesimpulan
Sosiologi sastra menrupakan pendekatan yang mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial. Naskah drama yang berjudul “ Monumen “ karya Indra Tranggono ini telah saya analisis menggunakan pendekata sosiologi sastra dengan mengaitkan dengan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, dan realitas sosial. Penciptaan karya sastra ini sangat tepat diciptakan pada masa moderen ini dan keberadaanya sangatlah sesuai untuk berperan dalam menyadarkan bangsa kita. Bahwa realita sosial yang sedang terjadi saat ini adalah penjajahan yang dilakukan oleh bangsa sendiri di negeri sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

by Komunitas Bedhug |Keluar